Bentuknya berupa batu besar yang memiliki celah ke dalam sehingga bisa digunakan untuk berteduh.
Sebelum sampai di areal Watu Payung, jika traveler datang ke sini harus melewati gerbang alam berupa dua batu andesit besar yang saling bertemu dan menyisakan sedikit celah sebagai akses masuk ke lokasi selanjutnya. Tempat ini disebut Watu Gapit atau 'Sela Panangkep'.
Setelah melewati Sela Panangkep ini, barulah tiba di lokasi utama tempat bertafakur Danang Sutawijaya yang terkenal dengan sebutan 'Watu Payung'. Bentuknya mirip Sela Bethek namun lebih besar dan memiliki ruang yang lebih lebar. Di sinilah beliau melakukan ritual bertafakur menghadap Sang Maha Pencipta dan Pemberi Petunjuk, Gusti Allah SWT.
"Dalam prosesi ritual bertafakur, beliau tidak secara terus menerus melakukan bertapa. Namun juga aktivitas ritual lainnya sesuai ajaran agama, seperti sholat wajib lima waktu dan sebagainya. Untuk membantu memenuhi kebutuhan hariannya, beliau dibantu oleh nyai Puju, warga desa setempat yang suka rela membantu beliau," sambung Suwarto menjelaskan.
Oleh karena aktivitas seperti halnya seorang muslim pada umumnya, hanya saja dilakukan dalam suasana menepi maka Danang Sutawijaya juga memiliki tempat pesholatan yang bernama 'Watu Pasujudan'. Berlokasi beberapa saat berjalan di atas Watu Payung. Di mana di bawah lokasi ini terdapat sebuah 'kedung', lokasi genangan air sebagai hulunya sungai yang terdapat dua mata air terjun yang cukup deras alirannya. Di sinilah beliau bila melakukan mandi.
Tempat pasujudan
Baca juga : Sultan Prabu Wijaya, Seorang Raja Yang Dikenal Legowo Di Tanah Jawa
"Di kedung ini, menurut sejarah sebagai salah satu tempat keramat. Karena di tempat ini beliau bertemu dan melakukan perjanjian dengan kanjeng Ratu Kidul. Bahwa kanjeng Ratu bersedia membantu Danang Sutawijaya mewujudkan keraton bila beliau bersedia memperistrinya," Suwarto menambahkan.
"Salah satu tempat bertafakur juga ada yang berupa 'Watu Gowok", batu yang berlobang sebesar tubuh manusia di tepian sungai," sahut Suwarto dalam obrolan terakhirnya.
Ia juga menceritakan bahwa tugasnya di sini selain sebagai abdi dalem keraton Jogja yang merawat lokasi bersejarah ini, ia juga kerap dimintai tolong para peziarah untuk melantarkan doa kepada Allah atas keinginan yang dihajatkan. Ia pun suka rela melakukan itu semua sebab sudah menjadi tanggung jawabnya sebagai abdi dalem.
Terlepas dari benar dan tidaknya Kahyangan menjadi saksi bisu perjanjian antara Danang Sutawijaya dengan Ratu Kidul dalam mewujudkan berdirinya Keraton Mataram, sebagai seorang yang beriman hendaknya kita tetap yakin bahwa alam ghaib itu ada dan benar adanya. Manusia dan bangsa jin diciptakan tak lain hanya untuk beribadah kepada-Nya.
(GalineAs)
Tonton Juga
Simak juga : video berita menarik smart news


0 Komentar