Secara garis besar film tersebut menceritakan mengenai kasus pembunuhan seorang gadis bernama Vicky oleh seorang mafia narkoba yang bernama Peter. Peter sendiri merupakan sahabat sekaligus bodyguard Mark (kekasih Vicky).
Melihat dari alur ceritanya, film tersebut sangat tidak sesuai dengan judul yang dipilih, yakni “Dedemit Gunungkidul”. Film tersebut bahkan sama sekali tidak mengekspose fenomena sosial maupun budaya masyarakat Gunungkidul.
Alih-alih bakal menampilkan mitos Pulung Gantung yang telah melegenda atau Urban Legend di Gunungkidul, penonton justru disuguhkan adegan-adegan erotis serta alur cerita yang tidak berurutan bahkan terkesan berantakan. Wajar saja apabila pasca shooting film Dedemit Gunungkidul, warga masyarakat Gunungkidul langsung melayangkan protes.
Tidak mengherankan apabila melihat kecaman dari warga Gunungkidul terhadap film Dedemit Gunungkidul. Film tersebut memang layak untuk dikritisi baik dari segi pemilihan judul, alur cerita yang sama sekali tidak menampilkan fenomena masyarakat Gunungkidul bahkan cenderung tidak masuk akal.
Namun, perlu kita lihat bahwa pada tahun 2011, industri film horor Indonesia memang sedang mengalami kemunduran. Kemunduran tersebut bukan pada jumlah film yang di produksi, melainkan pada kualitas film yang diproduksi.
Pada periode tersebut industri film horor Indonesia mengalami kemunduran ketika film horor hanya berfokus pada alur cerita yang menonjolkan erotisme perempuan, alur cerita yang berantakan serta irasional. Hal tersebut tentu sangat disayangkan.
Beberapa film horor pada periode tersebut diantaranya: Dedemit Gunungkidul, Tali Pocong Perawan, Paku Kuntilanak, Rintihan Kuntilanak Perawan, Hantu Puncak Datang Bulan, Sumpah Ini Pocong, Pocong Mupeng dan masih banyak lagi.
Film horor yang sejatinya menampilkan adegan-adegan menakutkan dengan subgenrenya masing-masing harus dirusak oleh adegan erotis serta alur cerita yang berantakan. Film horor Indonesia seharusnya bisa dibuat menjadi film horor berkelas dengan menampilkan cerita-cerita masyarakat lokal serta meproyeksikan fenomena masyarakat tanpa dibumbui hal-hal yang irasional.
Namun, hal tersebut harus terbentur dengan biaya produksi yang murah, alur cerita yang serampangan serta tidak masuk akal, estetika film yang kurang, serta nilai-nilai yang harusnya bisa disampaikan dalam film sama sekali nihil.
Sumber:
https://www.google.com/url?sa=t&source=web&rct=j&url=https://hot.detik.com/movie/d-1593628/film-dedemit-gunungkidul-diprotes-warga&ved=2ahUKEwiDxMay7ojtAhWoyzgGHRfMCEgQFjATegQILhAB&usg=AOvVaw1EgY_F8k0_7xs_4g2_lSPS diakses pada tanggal 17 November 2020.
(Ruby)
Tonton Juga

0 Komentar